Politik Bagi Kue

redaksi

Penulis : Ady Kurniawan

Membahas politik memang tidak ada habisnya, karena politik merupakan isu yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan kita. Dalam suatu percakapan anak muda yang tiap hari waktunya habis diwarung kopi, ditengah asiknya diskusi muncul kalimat yang menarik perhatian, “Habis Pelantikan, Terbitlah bagi-bagi Kue”.
Awalnya saya menduga kalimat tersebut judul buku Raden Ajeng Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang”, karena terdengar sama ternyata berbeda. Lalu kemudian saya mengira kue yang dimaksud adalah kue yang biasa dimakan seperti donat, jalangkote, atau kue bingka. Ternyata bukan kue tersebut yang dimaksud, lantas kue apa itu yang dibagi-bagi.

Mari kita bahas tentang Bagi kue dalam Politik. Istilah ini sering digunakan dalam konteks politik untuk menggambarkan pembagian kekuasaan, sumber daya, atau keuntungan politik di antara para pelaku politik.

Baca juga  Drama Elektabilitas Menuju Ending Pilpres

Metafora Kue dalam Politik, Kue melambangkan sumber daya yang diperebutkan dalam politik, seperti jabatan, proyek, anggaran, atau pengaruh. Pembagian “kue” ini mencerminkan bagaimana kekuasaan dan keuntungan dialokasikan di antara berbagai kelompok atau individu tertentu.

Dalam politik, praktik bagi-bagi kue sering dikaitkan dengan politik patronase, di mana para pemimpin politik memberikan imbalan kepada pendukung mereka. Istilah ini sering digunakan ketika setelah para elit politik mendapatkan sebuah jabatan. Dimana jabatan tersebut akan dimanfaatkan untuk membantu orang yang berkontribusi dalam pemenangan mereka.

Baca juga  PELAYANAN PUBLIK; STABILISASI HARGA & KETERSEDIAAN BARANG

Dibeberapa kasus, “bagi-bagi kue” dapat merujuk pada pembagian jabatan atau posisi strategis lainnya di antara partai-partai koalisi. Hal ini juga dapat mencakup alokasi proyek-proyek pembangunan atau dana pemerintah kepada tim/kelompok sebagai bentuk balas budi.

Para Politikus berdalih bahwa Politik “Bagi-bagi Kue” dapat memperkuat koalisi politik dan stabilitas, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakpuasan dan konflik jika ada kelompok yang merasa dirugikan. Dapat menghambat pembangunan karena dapat menyebabkan korupsi, inefisiesi, dan ketidakadilan jika sumber daya publik dialokasikan berdasarkan kepentingan politik sempit, bukan kebutuhan masyarakat secara umum.

Baca juga  KMB, Komitmen Pemda dan Kualitas Pendidikan di Kaltara

Beberapa ahli politik berpendapat bahwa fokus pada “bagi-bagi kue” dapat mengabaikan isu-isu substantif seperti kebijakan publik dan akuntabilitas. Mereka menekankan pentingnya membangun sistem politik yang lebih inklusif dan berorientasi pada kepentingan publik.

Lantas apakah Politik Bagi Kue ini membawa manfaat atau malah mudharat bagi masyarakat?

Baca juga

Tags

Ads - Before Footer