Mahasiswa UBT Gelar Diskusi Kritis: Revisi KUHP, Alat Progresif atau Represif Baru?

redaksi

TARAKAN — Suasana intelektual dan semangat kritis mahasiswa mewarnai diskusi publik bertema “Revisi Undang-Undang KUHP sebagai Alat Progresif atau Alat Represif Baru” yang digelar di Auditorium Universitas Borneo Tarakan (UBT), pada Sabtu (18/10/2025).

Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Presiden Mahasiswa (Presma) BEM UBT Tarakan, Ndaru Prakoso, dan dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas. Diskusi ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk memahami secara komprehensif arah perubahan hukum pidana nasional, khususnya dalam konteks penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Dalam penyampaiannya, Ndaru Prakoso mengajak seluruh mahasiswa agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang menyesatkan terkait revisi KUHP.

“Mahasiswa harus lebih bijak dan kritis dalam menyikapi revisi KUHP ini. Jangan mudah terbawa oleh isu atau ajakan oknum yang mengatasnamakan mahasiswa demi menciptakan instabilitas,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa mahasiswa di Kalimantan Utara, khususnya BEM UBT, memiliki peran strategis sebagai garda moral bangsa yang berkontribusi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Baca juga  Perdana, DPD PA GMNI Kaltara Gelar Konferda

“Kita bukan hanya agen perubahan, tapi juga penjaga nilai-nilai moral dan etika akademik. Mahasiswa harus menjadi bagian dari solusi, bukan sumber kegaduhan,” tambah Ndaru.

Dalam paparannya, Ndaru juga menguraikan substansi penting dari KUHP baru, yang menurutnya sarat dengan semangat progresif.

“KUHP Nasional menegaskan bahwa pemidanaan tidak boleh merendahkan martabat manusia (Pasal 52). Keadilan harus diutamakan di atas kepastian hukum (Pasal 53 ayat 2), dan hakim wajib mempertimbangkan aspek humanis serta kondisi sosial-ekonomi pelaku dalam menjatuhkan pidana (Pasal 54),” jelasnya.

Ia menilai bahwa pasal-pasal tersebut merupakan pijakan penting menuju sistem hukum yang lebih adil dan manusiawi. Selain itu, Ndaru memperkenalkan konsep judicial scrutiny sebagai mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa aparat penegak hukum.
Ia menjelaskan tiga model utama, yaitu rational basis review, intermediate scrutiny, dan strict scrutiny.

“Model strict scrutiny paling relevan untuk diterapkan, karena mewajibkan pemerintah membuktikan bahwa pembatasan hak dilakukan secara sangat ketat, hanya untuk kepentingan mendesak, dan dengan dampak minimal terhadap hak warga negara,” paparnya.

Sementara itu, narasumber utama diskusi, Ady Freddy Bawaeeda, S.H., M.H. Li, menyoroti bahwa revisi KUHP harus dipahami dalam semangat reformasi hukum pidana yang berkeadilan.

“KUHP baru sejatinya lahir dari semangat pembaruan hukum pidana nasional yang menempatkan manusia sebagai pusat keadilan. Pemidanaan tidak boleh menindas, tapi harus mendidik dan memulihkan,” ungkap Ady Freddy.

Ia juga menegaskan bahwa pembaruan hukum acara pidana melalui Rancangan KUHAP (RKUHAP) tidak boleh berhenti pada penyesuaian teknis, tetapi harus memastikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) melalui mekanisme judicial scrutiny yang kuat.

“Pengawasan hakim bukanlah hambatan bagi penegakan hukum, melainkan jaminan agar hukum benar-benar berjalan di atas prinsip rechtstaat, negara hukum yang menjunjung tinggi martabat manusia,” tegasnya.

Baca juga  Momentum Peringatan Maulid, Gubernur : Bahan Refleksi Keteladanan Rasulullah

Diskusi berlangsung hangat dan interaktif. Mahasiswa aktif menyampaikan pertanyaan dan pandangan kritis, mulai dari isu kriminalisasi warga hingga perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dalam KUHP baru.

Acara ini ditutup dengan seruan agar mahasiswa terus memperkuat literasi hukum dan tidak hanya menjadi penonton dalam proses reformasi hukum nasional.

“Diskusi ini membuktikan bahwa mahasiswa UBT tidak hanya peduli, tapi juga memahami arah perubahan hukum yang akan memengaruhi masa depan bangsa,” pungkas Ndaru dengan optimis.

Kegiatan tersebut diharapkan menjadi awal dari rangkaian dialog akademik yang lebih luas, memperkuat peran mahasiswa UBT sebagai motor intelektual yang menjunjung tinggi keadilan, kemanusiaan, dan kedaulatan hukum di Indonesia. (***)

Baca juga

Tags

Ads - Before Footer